ARI AKBAR

Tan Malaka

TAN MALAKA(1896-1949)

SUTAN IBRAHIM

Pahlawan Nasional


Tan Malaka

DAFTAR ISI

I.LATAR BELAKANG
a. Riwayat Hidup ------------------------------------------------------------------------- 4

b. Karya-karya Tan Malaka -------------------------------------------------------------- 5

II.CATATAN PERISTIWA

a. Masa Revolusi Fisik -------------------------------------------------------------------- 6

b. Pemilu 1955 ----------------------------------------------------------------------------- 7

c. Persaingan dengan PKI ---------------------------------------------------------------- 7

d. Masa Orde Baru ------------------------------------------------------------------------ 8

e. Masa Reformasi ------------------------------------------------------------------------ 8

III.POKOK PEMIKIRAN & GAGASAN

a. Perjuangan ------------------------------------------------------------------------------ 9

b. Madilog -------------------------------------------------------------------------------- 11

c. Pahlawan ------------------------------------------------------------------------------- 12

d. Tan Malaka dalam Fiksi ------------------------------------------------------------- 13

e. Pendiri Partai Murba ----------------------------------------------------------------- 15

IV.DAFTAR PUSTAKA

a. Rujukan -------------------------------------------------------------------------------- 16

b. Referensi ------------------------------------------------------------------------------- 16


LATAR BALAKANG

Tan Malaka atau Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka (lahir di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 19 Februari 1896 – meninggal di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, 16 April 1949 pada umur 53 tahun)[1]) adalah seorang aktivis pejuang nasionalis Indonesia, seorang pemimpin sosialis, dan politisi yang mendirikan Partai Murba. Pejuang yang militan, radikal dan revolusioner ini banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang berbobot dan berperan besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangan yang gigih maka ia dikenal sebagai tokoh revolusioner yang legendaris.

Dia kukuh mengkritik terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda maupun pemerintahan republik di bawah Soekarno pasca-revolusi kemerdekaan Indonesia. Walaupun berpandangan sosialis, ia juga sering terlibat konflik dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Tan Malaka menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam pembuangan di luar Indonesia, dan secara tak henti-hentinya terancam dengan penahanan oleh penguasa Belanda dan sekutu-sekutu mereka. Walaupun secara jelas disingkirkan, Tan Malaka dapat memainkan peran intelektual penting dalam membangun jaringan gerakan sosialis internasional untuk gerakan anti penjajahan di Asia Tenggara. Ia dinyatakan sebagai "Pahlawan revolusi nasional" melalui ketetapan parlemen dalam sebuah undang-undang tahun 1963.[rujukan?]

Tan Malaka juga seorang pendiri partai Murba, berasal dari Sarekat Islam (SI) Jakarta dan Semarang. Ia dibesarkan dalam suasana semangatnya gerakan modernis Islam Kaoem Moeda di Sumatera Barat.

Tokoh ini diduga kuat sebagai orang di belakang peristiwa penculikan Sutan Sjahrir bulan Juni 1946 oleh "sekelompok orang tak dikenal" di Surakarta sebagai akibat perbedaan pandangan perjuangan dalam menghadapi Belanda.[2]



a. Riwayat Hidup Tan Malaka


1. Saat berumur 16 tahun, 1912, Tan Malaka dikirim ke Belanda.

2. Tahun 1919 ia kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai guru disebuah perkebunan di Deli. Ketimpangan sosial yang dilihatnya di lingkungan perkebunan, antara kaum buruh dan tuan tanah menimbulkan semangat radikal pada diri Tan Malaka muda.

3. Tahun 1921, ia pergi ke Semarang dan bertemu dengan Semaun dan mulai terjun ke kancah politik

4. Saat kongres PKI 24-25 Desember 1921, Tan Malaka di undang dalam acara tersebut.

5 Januari 1922 ia ditangkap dan dibuang ke Kupang.

6. Pada Maret 1922 Tan Malaka diusir dari Indonesia dan mengembara ke Berlin, Moskwa dan Belanda.



b. Karya-karya Tan Malaka

Parlemen atau Soviet?


SI Semarang dan Onderwijs

Komunisme dan Pan-Islamisme

Menuju Republik Indonesia (Naar de 'Republiek Indonesia')

Semangat Muda

Aksi Massa

Madilog Karya Penting!

Manifesto Jakarta

Politik

Rencana Ekonomi Berjuang

Muslihat

Situasi Politik Luar dan Dalam Negeri

Thesis

Islam Dalam Tinjauan Madilog

Pandangan Hidup

GERPOLEK (GERilya - POLitik - EKonomi) Karya Penting!

Kuhandel di Kaliurang

Uraian Mendadak

Proklamasi 17-8-1945, Isi dan Pelaksanaannya


CATATAN PERISTIWA

a. Masa revolusi fisik

Itu pula yang kemudian menyebabkan keduanya bukan hanya bersaing sebagai organisasi kiri melainkan bermusuhan. Pertikaian paham mengenai pemberontakan PKI 1926/1927 antara Tan Malaka dan Musso berdampak panjang. Ketika Musso pulang ke Indonesia pada 1948, program politiknya memiliki berbagai kesamaan dengan Tan Malaka. Namun, ketika ditanya wartawan apakah mereka akan bekerja sama, Muso menjawabnya sinis. Bila ia punya kesempatan, katanya, yang pertama dilakukannya adalah menggantung Tan Malaka.

Sejak awal sudah terjadi perdebatan apakah Murba akan dijadikan partai kader atau partai massa. Namun yang jelas partai ini lahir dalam kancah revolusi karena dikembangkan sambil bergerilya. Ada Chaerul Saleh di Jawa Barat dengan Barisan Bambu Runcing. Sukarni dan kawan-kawan yang menyebar dari Yogyakarta ke Jawa Tengah, dan Tan Malaka sendiri di Jawa Timur yang bergabung dengan batalion yang dipimpin Mayor Sabarudin. Ketiga upaya itu akhirnya gagal. Chaerul Saleh ditangkap, lalu diperintahkan Presiden Soekarno untuk studi ke Jerman. Dan sebelum gerakan kelompok Tan Malaka terkristalisasi, terjadilah Agresi Militer II pada bulan Desember 1948.

Setelah Tan Malaka tewas, Murba masih memiliki banyak tokoh seperti Iwa Kusumasumantri, Chaerul Saleh, Adam Malik, Sukarni dan Prijono. Walaupun terdiri dari pemuda yang bersemangat, akan tetapi dalam berorganisasi mereka kurang handal. Kisah dan nama besar Tan Malaka dijadikan legenda, tetapi pemikirannya tidak dijabarkan dalam bentuk aksi. Mesin pengkaderan partai di berbagai sektor tidak berjalan sama sekali. Partai ini sama sekali tidak memiliki penerbitan serius, kecuali Pembela Proklamasi yang terbit 20 edisi. Upaya mendekatkan Murba dengan PKI seperti dirintis Ibnu Parna dari Acoma (Angkatan Communis Muda) ditolak elite PKI. Pada saat itu, M.H. Lukman, anggota Politbiro PKI menulis bahwa Tan Malaka adalah pengkhianat Marxisme-Leninisme. ("Bintang Merah, 15 November 1950").



b. Pemilu 1955

Pemilu 1955 merupakan pengalaman pahit sekaligus kehancuran partai pada saat itu. Murba hanya memperoleh 2 dari 257 kursi yang diperebutkan. Dalam pemilu selanjutnya partai ini bahkan tak berhasil sama sekali masuk dalam parlemen.


c. Persaingan dengan PKI

Demokrasi terpimpin memberikan peluang bagi Murba ketika Soekarno menjadikannya penyeimbang posisi PKI. Kongres Murba kelima pada Desember 1959 dihadiri langsung oleh Presiden Soekarno. Chaerul Saleh dan Prijono masuk kabinet sedangkan Adam Malik dan Sukarni menjadi Duta Besar di Moskow dan Beijing. Puncaknya, Tan Malaka diangkat menjadi pahlawan nasional pada 1963.

Pertentangan antara Murba dan PKI semakin tajam. Ketika PKI semakin kuat, Murba bekerja sama dengan militer dan pihak lain dalam usaha menjegal PKI dengan membentuk Badan Pendukung Soekarnoisme (BPS). Namun setelah itu BPS dibubarkan oleh Bung Karno. Sukarni dan Syamsudin Chan ditahan pada awal 1965. Murba dibekukan dan kemudian dibubarkan pada September 1965 karena dituduh menerima uang US$ 100 juta dari CIA untuk menggulingkan Presiden. Pada 17 Oktober 1966 Soekarno merehabilitasi partai Murba melalui Keputusan Presiden Nomor 223 Tahun 1966.



d. Masa Orde Baru

Pada awal Orde Baru, Adam Malik menjadi Menteri Luar Negeri dan kemudian Wakil Presiden. Namun posisinya ini tidak berpengaruh sama sekali bagi Partai Murba.

Dalam pemilu pertama era Orde Baru, Juli 1971 — dua bulan setelah wafatnya Sukarni, tokoh partai ini — Murba memperoleh 49 ribu suara (0,09 persen pemilih). Tetapi kegagalan utama Murba disebabkan oleh stigma rezim Orde Baru terhadap seluruh golongan kiri. Selain itu Orde Baru juga menabukan sosok Tan Malaka. Gelar pahlawannya memang tak pernah dicabut, tetapi namanya dihilangkan dari buku pelajaran sejarah di sekolah. Dalam pemilu selanjutnya (1977) Murba berfusi dengan Partai Demokrasi Indonesia.



e. Masa reformasi

Setelah Soeharto jatuh, Murba, yang menyebut dirinya ”Musyawarah Rakyat Banyak” itu, mencoba mengikuti Pemilu pada tahun 1999. Sayangnya mereka hanya mendapat 62 ribu suara (0,06 persen pemilih) sehingga tidak lolos electoral threshold untuk Pemilu berikutnya. Menjelang Pemilu 2009, partai ini muncul kembali dalam bentuk baru dengan nama Partai Murba Indonesia akan tetapi partai ini tidak lolos seleksi oleh KPU.[5]


POKOK PEMIKIRAN & GAGASAN
a. Perjuangan

Pada tahun 1921 Tan Malaka telah terjun ke dalam gelanggang politik. Dengan semangat yang berkobar dari sebuah gubuk miskin, Tan Malaka banyak mengumpulkan pemuda-pemuda komunis. Pemuda cerdas ini banyak juga berdiskusi dengan Semaun (wakil ISDV) mengenai pergerakan revolusioner dalam pemerintahan Hindia Belanda. Selain itu juga merencanakan suatu pengorganisasian dalam bentuk pendidikan bagi anggota-anggota PKI dan SI (Sarekat Islam) untuk menyusun suatu sistem tentang kursus-kursus kader serta ajaran-ajaran komunis, gerakan-gerakan aksi komunis, keahlian berbicara, jurnalistik dan keahlian memimpin rakyat. Namun pemerintahan Belanda melarang pembentukan kursus-kursus semacam itu sehingga mengambil tindakan tegas bagi pesertanya.

Melihat hal itu Tan Malaka mempunyai niat untuk mendirikan sekolah-sekolah sebagai anak-anak anggota SI untuk penciptaan kader-kader baru. Juga dengan alasan pertama: memberi banyak jalan (kepada para murid) untuk mendapatkan mata pencaharian di dunia kapitalis (berhitung, menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa Belanda, Melayu, Jawa dan lain-lain); kedua, memberikan kebebasan kepada murid untuk mengikuti kegemaran mereka dalam bentuk perkumpulan-perkumpulan; ketiga, untuk memperbaiki nasib kaum miskin. Untuk mendirikan sekolah itu, ruang rapat SI Semarang diubah menjadi sekolah. Dan sekolah itu bertumbuh sangat cepat hingga sekolah itu semakin lama semakin besar.

Perjuangan Tan Malaka tidaklah hanya sebatas pada usaha mencerdaskan rakyat Indonesia pada saat itu, tapi juga pada gerakan-gerakan dalam melawan ketidakadilan seperti yang dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP dan aksi-aksi pemogokan, disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat adanya ketidakadilan yang diterima oleh kaum buruh.

Seperti dikatakan Tan Malaka pada pidatonya di depan para buruh “Semua gerakan buruh untuk mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai pernyataan simpati, apabila nanti menglami kegagalan maka pegawai yang akan diberhentikan akan didorongnya untuk berjuang dengan gigih dalam pergerakan revolusioner”.

Pergulatan Tan Malaka dengan partai komunis di dunia sangatlah jelas. Ia tidak hanya mempunyai hak untuk memberi usul-usul dan dan mengadakan kritik tetapi juga hak untuk mengucapkan vetonya atas aksi-aksi yang dilakukan partai komunis di daerah kerjanya. Tan Malaka juga harus mengadakan pengawasan supaya anggaran dasar, program dan taktik dari Komintern (Komunis Internasional) dan Profintern seperti yang telah ditentukan di kongres-kongres Moskwa diikuti oleh kaum komunis dunia. Dengan demikian tanggung-jawabnya sebagai wakil Komintern lebih berat dari keanggotaannya di PKI.

Sebagai seorang pemimpin yang masih sangat muda ia meletakkan tanggung jawab yang sangat berat pada pundaknya. Tan Malaka dan sebagian kawan-kawannya memisahkan diri dan kemudian memutuskan hubungan dengan PKI, Sardjono-Alimin-Musso.

Pemberontakan 1926 yang direkayasa dari Keputusan Prambanan yang berakibat bunuh diri bagi perjuangan nasional rakyat Indonesia melawan penjajah waktu itu. Pemberontakan 1926 hanya merupakan gejolak kerusuhan dan keributan kecil di beberapa daerah di Indonesia. Maka dengan mudah dalam waktu singkat pihak penjajah Belanda dapat mengakhirinya. Akibatnya ribuan pejuang politik ditangkap dan ditahan. Ada yang disiksa, ada yang dibunuh dan banyak yang dibuang ke Boven Digoel, Irian Jaya. Peristiwa ini dijadikan dalih oleh Belanda untuk menangkap, menahan dan membuang setiap orang yang melawan mereka, sekalipun bukan PKI. Maka perjaungan nasional mendapat pukulan yang sangat berat dan mengalami kemunduran besar serta lumpuh selama bertahun-tahun.

Tan Malaka yang berada di luar negeri pada waktu itu, berkumpul dengan beberapa temannya di Bangkok. Di ibu kota Thailand itu, bersama Soebakat dan Djamaludddin Tamin, Juni 1927 Tan Malaka memproklamasikan berdirinya Partai Republik Indonesia (PARI). Dua tahun sebelumnya Tan Malaka telah menulis "Menuju Republik Indonesia". Itu ditunjukkan kepada para pejuang intelektual di Indonesia dan di negeri Belanda. Terbitnya buku itu pertama kali di Kowloon, Hong Kong, April 1925.

Prof. Mohammad Yamin, dalam karya tulisnya "Tan Malaka Bapak Republik Indonesia" memberi komentar: "Tak ubahnya daripada Jefferson Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina pecah…."



b. Madilog

Madilog merupakan istilah baru dalam cara berpikir, dengan menghubungkan ilmu bukti serta mengembangkan dengan jalan dan metode yang sesuai dengan akar dan urat kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Bukti adalah fakta dan fakta adalah lantainya ilmu bukti. Bagi filsafat, idealisme yang pokok dan pertama adalah budi (mind), kesatuan, pikiran dan penginderaan. Filsafat materialisme menganggap alam, benda dan realita nyata obyektif sekeliling sebagai yang ada, yang pokok dan yang pertama.

Bagi Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika) yang pokok dan pertama adalah bukti, walau belum dapat diterangkan secara rasional dan logika tapi jika fakta sebagai landasan ilmu bukti itu ada secara konkrit, sekalipun ilmu pengetahuan secara rasional belum dapat menjelaskannya dan belum dapat menjawab apa, mengapa dan bagaimana.

Semua karya Tan Malaka dan permasalahannya didasari oleh kondisi Indonesia. Terutama rakyat Indonesia, situasi dan kondisi nusantara serta kebudayaan, sejarah lalu diakhiri dengan bagaimana mengarahkan pemecahan masalahnya. Cara tradisi nyata bangsa Indonesia dengan latar belakang sejarahnya bukanlah cara berpikir yang teoritis dan untuk mencapai Republik Indonesia sudah dia cetuskan sejak tahun 1925 lewat Naar de Republiek Indonesia.

Jika membaca karya-karya Tan Malaka yang meliputi semua bidang kemasyarakatan, kenegaraan, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan sampai kemiliteran (Gerpolek-Gerilya-Politik dan Ekonomi, 1948), maka akan ditemukan benang putih keilmiahan dan ke-Indonesia-an serta benang merah kemandirian, sikap konsisten yang jelas dalam gagasan-gagasan serta perjuangannya.



c. Pahlawan

Peristiwa 3 Juli 1946 yang didahului dengan penangkapan dan penahanan Tan Malaka bersama pimpinan Persatuan Perjuangan, di dalam penjara tanpa pernah diadili selama dua setengah tahun. Setelah meletus pemberontakan FDR/PKI di Madiun, September 1948 dengan pimpinan Musso dan Amir Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja dari penjara akibat peristiwa itu.

Di luar, setelah mengevaluasi situasi yang amat parah bagi Republik Indonesia akibat Perjanjian Linggajati 1947 dan Renville 1948, yang merupakan buah dari hasil diplomasi Sutan Syahrir dan Perdana Menteri Amir Syarifuddin, Tan Malaka merintis pembentukan Partai MURBA, 7 November 1948 di Yogyakarta.

Pada tahun 1949 tepatnya bulan Februari Tan Malaka hilang tak tentu rimbanya, mati tak tentu kuburnya di tengah-tengah perjuangan bersama Gerilya Pembela Proklamasi di Pethok, Kediri, Jawa Timur. Tapi akhirnya misteri tersebut terungkap juga dari penuturan Harry A. Poeze, seorang Sejarawan Belanda yang menyebutkan bahwa Tan Malaka ditembak mati pada tanggal 21 Februari 1949 atas perintah Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya[1].

Direktur Penerbitan Institut Kerajaan Belanda untuk Studi Karibia dan Asia Tenggara atau KITLV, Harry A Poeze kembali merilis hasil penelitiannya, bahwa Tan Malaka ditembak pasukan TNI di lereng Gunung Wilis, tepatnya di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri pada 21 Februari 1949.

Namun berdasarkan keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963 menetapkan bahwa Tan Malaka adalah seorang pahlawan kemerdekaan Nasional.



d.Tan Malaka dalam fiksi



Sampul Majalah Tempo dengan Tan Malaka

Dengan julukan Patjar Merah Indonesia Tan Malaka merupakan tokoh utama beberapa roman picisan yang terbit di Medan. Roman-roman tersebut mengisahkan petualangan Patjar Merah, seorang aktivis politik yang memperjuangkan kemerdekaan Tanah Air-nya, Indonesia, dari kolonialisme Belanda. Karena kegiatannya itu, ia harus melarikan diri dari Indonesia dan menjadi buruan polisi rahasia internasional.

Salah satu roman Patjar Merah yang terkenal adalah roman karangan Matu Mona yang berjudul Spionnage-Dienst (Patjar Merah Indonesia). Nama Pacar Merah sendiri berasal dari karya Baronesse Orczy yang berjudul Scarlet Pimpernel, yang berkisah tentang pahlawan Revolusi Prancis.

Dalam cerita-cerita tersebut selain Tan Malaka muncul juga tokoh-tokoh PKI dan PARI lainnya, yaitu Muso (sebagai Paul Mussotte), Alimin (Ivan Alminsky), Semaun (Semounoff), Darsono (Darsnoff), Djamaluddin Tamin (Djalumin) dan Soebakat (Soe Beng Kiat).

Kisah-kisah fiksi ini turut memperkuat legenda Tan Malaka di Indonesia, terutama di Sumatera.

Beberapa judul kisah Patjar Merah:

Matu Mona. Spionnage-Dienst (Patjar Merah Indonesia). Medan (1938)

Matu Mona. Rol Patjar Merah Indonesia cs. Medan (1938)

Emnast. Tan Malaka di Medan. Medan (1940)

Tiga kali Patjar Merah Datang Membela (1940)

Patjar Merah Kembali ke Tanah Air (1940)

Dari Pendjara ke Pendjara

Menuju Republik Indonesia

Dari Pendjara ke Pendjara, autobiografi

Madilog

Gerpolek



e. Pendiri Partai Murba

Tan Malaka tidak berhasil membesarkan Partai Murba, karena ia ditembak mati di Kediri tigabulan setelah mendirikan partai itu. Pilihan hari pembentukan partai itu, 7 November 1948 — bertepatan dengan hari revolusi Rusia. Murba muncul setelah Partai Komunis Indonesia tersingkir pasca-Peristiwa Madiun, September 1948. Karena itu Murba dicitrakan sebagai partai komunis baru atau semacam pengganti PKI.

Logo Partai Murba

Murba atau Musyawarah Rakyat Banyak adalah partai politik Indonesia yang didirikan pada 7 November 1948 oleh Tan Malaka, Chaerul Saleh, Sukarni dan Adam Malik[1]. Partai ini sempat dibekukan pada September 1965, akan tetapi setahun kemudian partai ini direhabilitasi oleh pemerintah yang dalam masa peralihan dari Soekarno ke Soeharto. Pada tahun 1971, partai ini mnegikuti Pemilu 1971 akan tetapi pada Pemilu 1977 partai ini dilebur dalam Partai Demokrasi Indonesia[2]. Pada era demokrasi dibuka kembali oleh pemerintah di Pemilu 1999, partai ini muncul kembali dengan nama Partai Murba dengan nomor urut 31[3] akan tetapi karena tidak memenuhi electoral threshold partai ini lenyap kembali. Saat ini partai ini mulai bangkit kembali dengan nama Partai Murba Indonesia meskipun tidak lolos seleksi untuk mengikuti Pemilu 2009[4].


DAFTAR PUSTAKA

a. Rujukan

1."Warisan Tan Malaka", Tempo Interaktif, 11 Agustus 2008

2."Tan Malaka dan Adam Malik", MyRMNews, 29 November 2008

3."Nomor 31 PARTAI MUSYAWARAH RAKYAT BANYAK (Murba)", SeaSite, diakses 26 Januari 2009

4."Partai Murba Indonesia", Indopolitik, diakses 26 Januari 2009

5."Partai Murba Indonesia Dideklarasikan", Tempo Interaktif, 13 Januari 2007

b. Referensi

1.a b "Misteri Kematian Tan Malaka Terungkap", Kompas, diakses Juli 2007

2.lihat Soejatno dan Anderson B 1974. Revolution and social tensions in Surakarta 1945-1950. Indonesia 17:99-111 (dengan dua rujukan lainnya di catatan kaki)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar